26 April 2011

Assik!

Gila menurut saya, judulnya meluncur begitu saja, Assik! Memang dalam menulis, saya terlebih dulu memerlukan judul sebagai trigger, walaupun isi memang yang utama. Asik, kata yang entah kenapa belakangan ini sering saya ucapkan; di status facebook dan komentar-komentarnya, tweet-ku di twitter, saat nemu ide, sampai pun saat ngadepin soal UTS yang bikin pusing. Yah, itu saya bawa sebagai pengantar, biar asik aja. Yang jelas tulisan ini asik.

Untung saja saya mendengar kabar tentang bom di Cirebon, kota kelahiran saya. Kalau tidak, pasti gak bakal mood ngerjain soal-soal ujian, tak tau mengapa yang jelas Cirebon sudah lekat sekali dengan saya. Ah, teroris itu, ngapain main bom-boman lagi di negeri ini? Apalagi di Caruban Nagari, geram betul saya dibuatnya. Secara tak langsung, semenjak kuliah, saya belajar tentang terorisme; latar belakang, pendapat guru, tulisan tokoh, obrolan teman, pengalaman orang, sedikit-sedikit sudah tercicil. Ya, secara tak sengaja tadi.

Mengenai fenomena Islam garis keras yang banyak melaksanakan open recruitment-nya di kampus, berhati-hailah kawan. Mereka itu gak asik! Dari yang saya jumpai, mereka-mereka itu niatnya meniru Nabi Muhammad SAW. Kostum pakaian mereka seolah mengikuti nabi, dengan jenggot, dan sebagainya. Tapi mereka lupa satu hal: Rasulullah itu punya sifat tabassam, wajahnya selalu menentramkan, selalu tersenyum. Lah, walau mereka secara fisik meniru nabi, tapi kalau wajah mereka seperti ngajak ribut, galak, sangar, lalu apanya yang meniru Nabi? Apanya yang baik? Yang asik?

Orang Islam pun jika melihat sinetron, melihat film, melihat iklan di TV hanya "menjaga pandangan" dan mengkritik. Kapan umat Islam membuat sinetron yang disengaja menyaingi sinetron "sampah"? Mungkin ada beberapa. Apalah lagi punya station TV? Apa lagi punya iklan? Sumpah kita ini gak asik!

Sunan Kalijaga kabarnya sewaktu berdakwah, mendatangi para penjudi. Bukan melarangnya, tapi malah ngikut "berjudi", aneh, tapi asik. Dalam mengikuti "jamaah" judi tadi, Sunan selalu berusaha menang, dan memang kenyataannya selalu menang -ya iya lah, wali jeh!-. Ratusan kali beliau menang, tentu yang lain heran. Lalu Sunan berkata, "Kalian heran ya saya menang terus? Kalau mau tau rahasianya, datang saja ke padepokan saya nanti." Dan ternyata para penjudi tadi datang betul ke padepokan, tapi Sunan tak mengajari judi. Tentu mengajari Islam, dan berkata, "Judi itu gak baik lho!" Gila gak tuh? Asik gak tuh? Saya nyampein ini bukan untuk ditiru mentah-mentah, mana mempan cara begini dipakai ke penjudi jaman sekarang, tapi yang saya tekankan bagaimana dakwah memang berupa ajakan, bukan paksaan, tentu dengan seni Assik! juga. Bagaimana? Banyak ladang tuh, sopir-sopir truk misalnya.

Saat acara tahun baru, ada teman yang menulis status: “Kenapa sih orang-orang ngerayain taun baru? Mubadzir! Dilarang! Mending introspeksi diri di malam hari tentang apa yang diperbuat setahun kemarin.” Dalam hati saya: “Sumpah ajakan lu kagak asik! Blas!” Ajakannya memang benar, tapi metode penetrasinya linear banget, gak asik!

Dalam contoh Ahmadiyah, orang-orang yang tak setuju lalu demo, maen bakar, maen timpuk. Lah? Sumpah gak asik! Gak pede banget sih umat Islam! Kalau warung orang lebih ramai dibanding warung kita, itu justru saat kita introspeksi, kenapa warung saya sepi? Kurang asikkah dibanding warung sebelah? Bukannya malah menyuruh polisi membubarkan warung orang tersebut. Kalau warung kita asik, tentu konsumen juga ramai datang ke warung kita, bukan warung orang itu. Kita ini gak pede dengan warung kita, kalo pede ya tinggal ditambah asikkin aja warung kitanya. Ntar orang juga bakal balik ke kita, tanpa harus membongkar warung orang lain. Ya jelas warung kita semakin dijauhi karena kita sebagai pemilik warungnya males bersih-bersih, suka gak mandi, nafas bau, sangat gak ramah, gak mau memahami perbedaan, gak mau memahami orang lain. 

Toh Islam saat pertama kali di Mekkah dipeluk para budak juga karena sifatnya yang asik, yang tak pandang kasta, tak pandang harta, hanya taqwa pembedanya. Di Indonesia, juga sama. kurang jelas apanya?

Jika sobat seorang pemuda, jadilah pemuda yang asik! Yang rapih, bersih, wangi, berhati lapang, berpandangan luas, berpikir kritis, selalu tak lupa senyum walau beban berat sedang ditanggung. Jika sobat seorang rider yang mau mengingatkan orang lain yang lalai dengan standar motornya, ya harus dengan cara yang asik. Jika sobat seorang wanita, jadilah wanita yang asik, yang mengerti fitrah, hak, dan kewajibannya. Jadi imam juga harus asik, kudu ngeliat makmum yang sepuh, yang lagi banyak kerjaan, yang sekaligus kepengen shalatnya berkualitas. Naek angkot kudu asik, jangan miring-miring makan tempat. Jadi murid kudu asik, nanya yang sopan sama guru. Jadi penghuni kelas yang asik, jangan buang sampah di dalamnya, jangan nyusahin petugas kebersihan. Bahkan agama memakruhkan makan bawang, pete, jengkol, karena memang bikin bau mulutmu gak asik dan ngganggu hidung orang. 

Terakhir, jika sobat seorang muslim, jadilah muslim yang Assik! Saya dukung lah, pasti! Meskipun dalam proses menjadi asik itu, perlu proses ya ^^.

Disadur dari note Muhammad Anis Al-Hilmi (Mahasiswa UGM) on facebook, diedit seasiknya. Hehe.. ^^v

0 comments:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini..

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More