25 Januari 2011

Konsep 4 Sistem

Menyelesaikan Krisis Multidimensional: Konsep 4 Sistem dari Gus Dur
Tentu saja, konsepsi-konsepsi yang dikemukakan ini adalah bukan bentuk final dari apa yang Gus Dur pikirkan, karena justru masih memerlukan perbaikan-perbaikan serius, dan belum dapat digunakan sebagai konsepsi formal. Konsep empat sistem ini, masih harus diperjuangkan untuk masa kehidupan kita yang akan datang. Hanya dengan cara demikianlah, bangsa kita dapat mengatasi krisis multidimensional itu dengan cepat.

Empat sistem baru yang Gus Dur kemukakan; meliputi sistem politik (pemerintahan), perbaikan sistem ekonomi dengan mengemukakan sebuah orientasi baru, sistem pendidikan nasional dan sistem etika atau hukum, yang semuanya harus serba baru. Mengapa baru? Karena system lama tidak bisa dipakai lagi, tanpa akibat-akibat serius bagi kita.

Yang didahulukan adalah system politik (pemerintahan) yang baru. Kedua badan legislative yang baru, DPRD dan DPD haruslah menjadi perwakilan bicameral. Mereka bertugas menetapkan undang-undang serta menyetujui pengangkatan eksekutif dengan pemungutan suara. Sedangkan Presiden dan Wapres, Gubernur dan Wagub, Bupati dan wakilnya, serta Walikota dan wakilnya dipilih langsung oleh rakyat, karena kalau diserahkan langsung pada DPR dan DPRD saja hanya akan memperbesar korupsi. Di samping itu juga dibentuk MPR, yang hanya bersidang enam bulan saja, dalam lima tahun. Mereka bertugas menyusun GBHN, yang harus dilaksanakan seluruh komponen pemerintahan. Keanggotaannya, terdiri dari para anggota DPR, DPD dan dari golongan fungsional, guna menguntungkan kelompok-kelompok minoritas ikut serta dalam proses pengambilan keputusan, yang dicapai melalui prosedur musyawarah untuk mufakat, bukannya melalui pemungutan suara. Dengan demikian, kalangan minoritas turut serta memutuskan jalannya kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini diperlukan, agar semua pihak merasa memiliki Negara ini, dan dengan demikian menghindarkan separatism yang mulai bermunculan di sana-sini. Justru inilah yang merupakan tugas demokrasi, bukannya liberalisasi total.

Orientasi baru dalam system perekonomian kita, dicapai dengan melakukan pilihan berat antara dua hal, yaitu moratorium (penundaan sementara) cicilan tanggungan luar negeri kita, dan pembebasan para konglomerat hitam yang nakal dari tuntutan perdata, jika membayar kembali 95% kredit yang dia terima dari bank-bank pemerintah (tetapi tuntutan pidana tetap dilakukan oleh petugas-petugas hukum). Uang yang diterima dari kedua langkah ini, menurut perkiraan sekitar US$ 230 milyar, dan digunakan terutama untuk: Pertama, memberikan kredit ringan, kira-kira 5%/tahun bagi UKM dengan pengawasan ketat. Kedua, peningkatan pendapatan PNS dan militer, kira-kira sepuluh kali lipat dalam masa tiga tahun. Langkah ini guna mencegah KKN dan menegakkan kedaulatan hokum. Melalui cara ini pula, dapat memperbesar jumlah wajib pajak, menjadi 20 juta orang dalam lima tahun dan melipatgandakan kemampuan daya beli masyarakat. Sudah tentu dikombinasikan dengan hal-hal, seperti perbaikan undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada, serta penataan kembali BI dan MA. Melalui langkah-langkah ini, diharapkan dengan cepat sebuah pemerintahan yang baru akan segera mengatasi krisis multi-dimensional ini.

Hal penting lainnya, kemampuan pemerintah dalam mengatasi krisis juga sangat bergantung pada kemampuan bekerja sama dengan negeri-negeri lain. Sudah tentu, ini harus dibarengi oleh dua buah perbaikan sistematik lain. Perbailan pertama, adalah perbaikan system pendidikan kita, yang hampir tidak memperhatikan penanaman nilai daripada hafalan. Karena tekanan yang sangat kecil kepada praktek kehidupan, dengan sendirinya hafalan mendapatkan perhatian yang luar biasa, dan pemahaman nilai-nilai jadi terbengkalai. Keadaan ini mengharuskan dibuatnya system pendidikan baru yang lebih ditekankan kepada system nilai dan struktur masyrakat yang ada, sehingga pendidikan berdasarkan masyarakat (community-based education) dapat dilaksanakan.

Dikombinasikan dengan perbaikan sistematik pada kerangka etika/moralitas/akhlak yang telah ada dalam kehidupan bangsa, maka perbaikan system hokum, akan menjadi dasar bagi pengampunan umum/rekonsiliasi atas kesalahan-kessalahn masa lampau, kecuali mereka yang bersalah dan dapat dibuktikan secara hokum oleh kekuasaan kehakiman dengan system pengadilan kita. Tentu saja, ini meliputi mereka yang sekarang disebut sebagai kaum fundamentalis/ekstremis dalam gerakan Islam, selama kejahatan yang mereka perbuat tidak dapat dibuktikan secara hokum. Sudah tentu ini berlawanan dengan kehendak orang lain yang ingin menghukum segala macam “kesalahan.” Namun, kita harus bertindak secara hokum, bukan karena pertimbangan-pertimbangan lain.

0 comments:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini..

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More