09 Juni 2012

Ini Juga Kangen

Aku kangen. Bagaimana kok kangen ini tahu-tahu nongol? Nongol lagi, padahal sudah lama tidak. Kangen ini, perasaan yang sebenarnya tidak nyaman dan mengganggu stabilitas diri. Ingin kusingkirkan, ingin menghilangkannya. Kalau bisa selamanya. Tapi ya gitu, kadang-kadang masih saja datang, mungkin karena diam-diam bagian diriku yang lain suka meni’matinya.

Kangenku kali ini tertuju pada “siapa” atau “apa”, mulai tidak begitu jelas. “Siapa” yang kumaksudkan di situ adalah fisik, jasad, wujud daging seseorang. Sedangkan “apa” lebih luas, bisa bersifat fisik ataupun metafisik. Jadi, pada “siapa” bisa terdapat “apa”. Nah, “apa” yang kemungkinan aku kangenin adalah “apa” yang terdapat pada “siapa” itu, dan sifatnya metafisik. Nggak jelas ya?

Aku jelaskan, bahwa yang mulai tidak begitu jelas sekarang adalah bukan pada-siapa-aku-kangen. Bukan juga pada apa-yang-aku-kangenin. Yang aku tidak paham adalah dengan mudah aku bisa melihat, menemui, dan menyapa tapi aku tetap merasakan kangennya. Padahal katanya penyebab kangen adalah karena sudah biasa bareng, kemudian berpisah, hingga terlalu lama tidak bertemu dan berkomunikasi.

Alasan tersebut akan lebih tidak bisa dipahami jika dihadapkan pada kenyataan bahwa ada seseorang bisa kangen pada orang lain atau apapun yang belum pernah ia temui. Kangen pada Nabi Muhammad saw. misalnya. Ia hidup jauh dari masa kehidupan Rasul, tidak pernah melihat “siapa” Rasul. Ia hanya tahu “apa” yang ada pada Rasul.

Karena itulah aku mulai ragu. Jangan-jangan aku tidak lagi kangen pada “siapa”, melainkan pada “apa”-nya? Kalau sudah begitu, kan jadi masalah! Bagaimana aku bisa mengobati kangen ini?

Tapi ada kabar menyenangkan berdasarkan masalah tersebut, bahwa kangen yang hebat memang dicapai saat kita benar-benar tidak mampu lagi menemukan media untuk menuntaskannya. Tidak ada twitter untuk nge-mention, tidak tersedia facebook untuk nge-wall, apalagi skype untuk video calling. Pun layanan telepon, e-mail, chat, BBM, SMS atau lainnya, tidak ada yang bisa digunakan. Namun, dalam ketidak-berdayaan tersebut, mereka yang saling kangen diam-diam mendo’akan satu sama lain. Hingga secara otomatis terbentuk cinta segitiga antara mereka dan Tuhannya. Itulah titik puncak kangen.

Maka kemungkinan benarlah kata beberapa teman, penyebab kangen itu sebenarnya cuma satu: cinta/kasih sayang. Serta kataku, jarak yang memisahkan sepasang kekasih itu cuma pantas diisi oleh dua: kepercayaan dan kesetiaan. Aku tidak tahu dua kalimat terakhir ini nyambung atau nggak dengan paragraf di atasnya, cuma pengen nulis itu sebagai penutup aja.

Aduh! Nambah nggak jelas ya? Ya sudah, emang gitu. Sengaja.


Cirebon, 08 Juni 2012
NB: Eh, ada yang ketinggalan. Kok malah jadi bingung sendiri gini, ngomong-ngomong yang hidup itu “siapa” atau “apa” ya?

1 comments:

Kunci keberhasilan adalah menanamkan kebiasaan sepanjang hidup Anda untuk melakukan hal - hal yang Anda takuti.
tetap semangat tinggi untuk jalani hari ini ya gan ! ditunggu kunjungannya :D

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini..

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More