25 Desember 2011

Aneh Adalah Sebuah Kewajaran

Kalau kamu melihat kalender, ia sedang menunjukkan padamu bahwa waktu itu adalah Natal 2011, atau hari Minggu. Saat malam sedang tak bersahabat, gelap seperti biasanya. Cirebon sedang dihujani butiran-butiran air yang turun dari langit, deras sekali. Saudara-saudara kita yang Nasrani sedang bersuka-cita merayakan hari besarnya. Adikku sedang di meja belajar, mempersiapkan diri untuk menghadapi hari pengadilan, pengadilan atas usahanya selama tiga tahun berseragam SMA. Jemuran-jemuran tak kering sedang digantung berderet, membuat ruang tamu ini seperti toko pakaian. Kira-kira kalau presiden sedang apa ya?z

Yang pasti aku sedang duduk di kursi yang sedang diletakkan di ruang tamu, dikelilingi jemuran tak kering, di hadapan net-book cantikku: Layla Sophia, menonton Mobile Suit Gundam 00 - Awakening of the Trailblazer. Ditemani telepon genggam yang saat itu beridentitas Layla, artinya ia sedang dalam kondisi silent-mode. Ia, Layla, sedang menghubungkanku dengan seorang teman lewat layanan pesan pendek (SMS). Sedangkan temanku yang berada di sana, entah di mana, aku tak tahu sedang apa dia. Mungkin sedang SMS-an dengan temannya.

Mataku sedang menonton apa yang sedang ditampilkan layar net-book, sambil tanganku sedang menggenggam telepon, jempolku sedang menekan-nekan keypad-nya. Sedangkan aku sendiri sedang berbincang ringan dengan temanku yang sedang berada di mana; awalnya tentang masalah pembelian buku secara online, kemudian tentang sebuah novel yang menurut dia unik, sampai pada hal serius yang membuat mataku berhenti melakukan aktivitas menonton.

Hal serius tersebut seperti yang sedang ditunjukkan oleh layar telepon genggamku, katanya aku aneh. Artinya, temanku sedang menjadi orang yang kesekian kalinya menyatakan demikian. Berarti aku sedang senang, yang juga untuk kesekian kalinya akibat menerima pernyataan demikian. Beberapa menit kemudian temanku sedang menjadi orang yang kesekian kalinya tidak bisa mempertanggung-jawabkan pernyataannya, seperti yang lain ia tidak mampu menjawab saat kutanya, “Apanya yang aneh dariku?”

Ia malah balik nanya, “Apa yang membuat kamu senang saat dibilang aneh? Padahal itu justru menambah bukti kalau kamu aneh.”

Pertama, karena aku memiliki perbedaan pemahaman mengenai kata aneh dengan mereka yang akan tersinggung jika disebut aneh. Bagiku, aneh berarti beda. Maka sudah semestinya seseorang membuat dirinya dirasakan aneh oleh yang lain. Saat orang mengatakan kalau aku aneh, artinya aku telah berhasil membuat diri ini berbeda dengan diri lainnya.

Kedua, karena memang aneh adalah sebuah kewajaran. Wajar saja kalau aku disebut aneh, aku diciptakan Tuhan berbeda dengan ciptaan lain. Selain itu, Tuhan menciptakan kita dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kita berbangsa-bangsa dan bersuku-suku (berbeda-beda) agar kita saling mengenal. Artinya jika aku aneh (berbeda, berdasarkan pemahamanku) maka aku bisa dikenal, jika kamu aneh maka aku bisa mengenalimu. Kita saling mengenal karena kita aneh, Tuhan menciptakan kita seperti itu, berbeda satu sama lain.

Maka tidak-wajarlah mereka yang tidak bersedia aneh, mereka yang tidak mau berbeda, mereka yang suka menyeragamkan pakaiannya, mereka yang ngotot ingin menyamakan pemahaman setiap individu, ya mereka itu lah yang aneh. Tapi itu sah-sah saja, itu kan artinya mereka juga sudah mencoba berbeda, berbeda dengan kita yang menghormati perbedaan. Aneh ya? © WaaLlahu’alam bishshawab.

Cirebon, 26 Desember 2011

0 comments:

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini..

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More