05 Oktober 2011

Tuhanku Tuhanmu Tuhan Kita

Pagi itu anak-anak kumpul bergerombol membentuk lingkaran seperti biasanya. Forum asal ramai tersebut benar-benar ramai, di dalamnya terdapat anak-anak yang berasal dari berbagai suku dan juga pemeluk beberapa agama, walaupun mayoritas tetap yang ber-KTP Islam. Tema yang dibicarakan pun macam-macam, entah sekedar ngobrol-ngobrol hal remeh-temeh tentang hasil pertandingan sepak bola semalam sampai kepada isu-isu pelik tentang agama dan Tuhan. Seperti tema pembicaraan hari itu, tanpa sengaja kami memasuki kedua wilayah sensitif tersebut.

Awal masalahnya memang dimulai dari ceritaku tentang seseorang yang sembuh dari penyakit mematikan tanpa menjalani proses pengobatan medis. Begini aku bercerita, “Ada seorang laki-laki tua sakit parah, ia divonis oleh dokter akan meninggal dalam beberapa minggu lagi. Mendengar vonis tersebut ia sedikit mengalami shock. Ia pun pulang, menceritakan masalah tersebut kepada istrinya. Istrinya tak sanggup berkata-kata, ia hanya mampu menguatkan sang suami.”

Teman-teman sekelilingku tampak mulai memperhatikan, aku melanjutkan cerita, “Karena saling mendukung, setelah beberapa hari mereka berdua pun mulai sedikit tenang, menjalani aktivitas sehari-hari seperti biasa. Sampai kemudian pada beberapa minggu yang dokter tentukan bahwa lelaki tua tersebut akan meninggal. Tapi entah kenapa semua baik-baik saja, lelaki tua tersebut masih bisa menghirup oksigen dengan lancar. Bukannya gembira dengan keadaan tersebut, ia dan istrinya justru dibuat heran. Mereka pun kembali ke dokter, menanyakan tentang kebenaran vonis yang telah berikan. Melihat kondisi lelaki tua tersebut, dokter pun ikut-ikutan sedikit heran. Akhirnya ia memutuskan untuk memeriksa si lelaki tua.”

Teman-teman masih tertarik dengan ceritaku, kuteruskan ceritanya, “Menakjubkan! Sudah menangkal vonis Sang Dokter, dari hasil pemeriksaan malah dapat diketahui juga bahwa ternyata Si Lelaki Tua telah sembuh total, penyakit-penyakit yang terdapat di dalam tubuhnya telah musnah. Selain itu, pemeriksaan lebih dalam memberi informasi penyebab terjadinya keajaiban tersebut. Menurut Sang Dokter, kesembuhan lelaki itu ternyata akibat efek psikologis Si Lelaki Tua yang ikhlas menerima keadaannya.”

Ceritaku tentang Si Lelaki Tua selesai. Tapi, aku masih melanjutkan celotehku mencoba menyimpulkan cerita tersebut, dan sepertinya celotehku berikutnya inilah penyebab terjadinya gesekan panas dengan tema sensitif tentang agama dan ke-Tuhanan. “Hebat sekali bukan kekuatan ikhlas itu?” tanyaku retorik kepada teman-teman. “Dengan keikhlasan, Si Lelaki Tua tadi bisa sembuh dari penyakit mematikan. Dengan ikhlas, pasti Allah memberi kita jalan keluar dari setiap masalah kita. Dan perlu kalian tahu, ternyata lelaki tua tersebut seorang Nasrani! Apalagi kita yang Muslim!” begitulah sedikit tambahan dariku.

“Apa maksudmu dengan “apalagi yang muslim”? Apa kau bermaksud menyatakan bahwa keikhlasan seorang muslim memiliki semacam kekuatan yang lebih tinggi untuk mempengaruhi Tuhan?” seorang teman menikamku dengan pertanyaan aneh seperti itu.

Ia meneruskan gugatannya, “Kalau seperti itu, berarti tuhanmu sangat lemah. Bagaimana mungkin ia bisa pilih kasih dengan makhluknya hanya karena makhluk tersebut tidak memeluk agamanya. Berbeda dengan Tuhanku, Ia sangat menyayangi setiap makhluk-Nya, tanpa memandang latar belakang agama. Ia menyembuhkan siapapun makhluk-Nya yang sakit sesuai kehendak-Nya. Ia memberi rizki kepada siapapun yang Ia kehendaki. Ia memberi sesuatu yang dibutuhkan makhluk semau-Nya, bukan karena si makhluk dianggap special. Ia terlepas dari hukum sebab-akibat. Makhluk tidak bisa mempengaruhi Tuhan, makhluk hanya bisa berusaha.”

“Gawat! Aku ceroboh dengan kata-kataku yang terakhir. Aku lupa bahwa dalam forum tersebut ada pemeluk agama lain,” gerutuku dalam hati. Tetapi mengejutkan! Setelah kuselidiki, teman yang menggugatku tadi adalah saudara seagama, ia juga ber-KTP Islam.

Bandung, 05 Oktober 2011

2 comments:

Jangan kecil hati sobat
Allah Ta'ala berfirman:
Allah berfirman:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik". (QS. Ali 'Imraan:110)

artinya Umat Islam adalah umat yg terbaik versi Allah Ta'ala...

Kebaikan Tuhan sama sekali tidak tergantung pada makhluk. Setiap kehendak-Nya, sikap-Nya, keputusanNya adalah hak prerogatif-Nya.
Menurut saya, jika saja kita banyak berbuat sesuatu yang sesuai kehendak-Nya, maka peluang kita mendapat "kebaikan-Nya" mungkin lebih besar..
itu saja,, secara statistik, berbuat baik, memberi peluang diperlakukan baik.. :)

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu di sini..

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More